SELAMAT DATANG & SELAMAT MEMEMBACA

Rabu, 25 September 2013

EMBOLI AIR KETUBAN



ETIOLOGI
Patofisiologi belum jelas diketahui secara pasti. Diduga bahwa terjadi kerusakan penghalang fisiologi antara ibu dan janin sehingga bolus cairan amnion memasuki sirkulasi maternal yang selanjutnya masuk kedalam sirkulasi paru dan menyebabkan :
  • Kegagalan perfusi secara massif (adekuat)
  • Bronchospasme
  • Renjatan/syok
Akhir akhir ini diduga bahwa terjadi suatu peristiwa syok anafilaktik akibat adanya antigen janin yang masuk kedalam sirkulasi ibu dan menyebabkan timbulnya berbagai manifestasi klinik.
FAKTOR RESIKO
Emboli air ketuban dapat terjadi setiap saat dalam kehamilan namun sebagian besar terjadi pada saat inparu (70%) , pasca persalinan (11%) dan setelah Sectio Caesar (19%)
Faktor resiko :
  1. Multipara
  2. Solusio plasenta
  3. IUFD
  4. Partus presipitatus
  5. Suction curettahge
  6. Terminasi kehamilan
  7. Trauma abdomen
  8. Versi luar
  9. Amniosentesis

GAMBARAN KLINIK
Gambaran klinik umumnya terjadi secara mendadak dan diagnosa emboli air ketuban harus pertama kali dipikirkan pada pasien hamil yang tiba tiba mengalami kolaps.
Pasien dapat memperlihatkan beberapa gejala dan tanda yang bervariasi, namun umumnya gejala dan tanda yang terlihat adalah segera setelah persalinan berakhir atau menjelang akhir persalinan, pasien batuk batuk, sesak, terengah engah dan kadang ‘cardiac arrest’.

DIAGNOSIS
Diagnosa pasti dibuat postmortem dan dijumpai adanya epitel skaumosa janin dalam vaskularisasi paru.
Konfirmasi pada pasien yang berhasil selamat adalah dengan adanya epitel skuamosa dalam bronchus atau sampel darah yang berasal dari ventrikel kanan
Pada situasi akut tidak ada temuan klinis atau laboratoris untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosa emboli air ketuban, diagnosa adalah secara klinis dan per eksklusionum.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan primer bersifat suportif dan diberikan secara agresif. Terapi awal adalah memperbaiki cardiac output dan mengatasi DIC. Bila anak belum lahir, lakukan Sectio Caesar dengan catatan dilakukan setelah keadaan umum ibu stabil.
X ray torak memperlihatkan adanya edema paru dan bertambahnya ukuran atrium kanan dan ventrikel kanan.
Laboratorium : asidosis metabolik ( penurunan PaO2 dan PaCO2)
Terapi tambahan :
  1. Resusitasi cairan
  2. Infuse Dopamin untuk memperbaiki cardiac output
  3. Adrenalin untuk mengatasi anafilaksis
  4. Terapi DIC dengan fresh froozen plasma
  5. Terapi perdarahan pasca persalinan dengan oksitosin
  6. Segera rawat di ICU

PROGNOSIS
Mortalitas perinatal kira kira 65% dan sebagian besar yang selamat baik ibu maupun anak akan mengalami skualae neurologi yang parah.

Emboli Air Ketuban
Emboli air ketuban dapat terjadi setiap saat waktu kehamilan. Untuk terjadinya emboli ini harus ada hubungan langsung antara air ketuban dan pembuluh darah ibu. Ini bisa kita jumpai pada ruptura uteri, seksio sesarea, solusio plasenta, atau luka-luka jalan lahir lainnya.
Akan tetapi sering hubungan langsung ini tidak dapat dinyatakan dengan jelas. Adapun faktor-faktor predisposisi dari terjadinya emboli air ketuban adalah:
(1) Ketuban pecah sebelum waktunya dan ada perlukaan pada ketuban atau plasenta.
(2) His yang kuat (tetaniform)
(3) Toksemia gravidarum dan solusio plasenta.
Menurut patogenesisnya ada 2 teori untuk menerangkan gejala-gejala yang dijumpai pada emboli air ketuban:
 Teori mekanis:
§
Yaitu ketuban berisi lanugo, verniks kaseosa, dan mekonium yang dapat me-nyumbat kapiler paru-paru dan menyebabkan syok.
 Teori
§ anafilaksis:
Jumlah air ketuban yang masuk tidak demikian banyaknya sehingga dapat menerangkan terjadinya kematian yang cepat. Maka di samping penyumbat¬an harus ada faktor lain yang dapat menerangkan gejala emboli air ketuban; ialah reaksi anafilaksis.
 Di dalam air ketuban
§ terdapat banyak tromboplastin maka terjadilah pembekuan intravaskuler merata (DIC) yang mengakibatkan terjadinya hipofibrinogenemia.

Diagnosis
Pada emboli air ketuban bedakan 2 fase:
Fase 1: Dispnea, sianosis, edema paru, nyeri di dada dan syok. Sebagian dari penderita sudah meninggal dalam fase ini, biasanya dalam jangka waktu 20 menit.
Fase 2: Di samping gejala-gejala di atas, dijumpai pula gejala gangguan pembekuan darah atau hipofibrinogenernia.

Apakah penderita akan meninggal dalam fase l atau 2 ditentukan oleh jumlah air ketuban yang masuk ke dalam peredaran darah. Kalau banyak dan dalam waktu singkat terjadi kematian dalam fase 1, sedangkan bila sedikit dan lambat akan terjadi kelainan pembekuan darah lalu meninggal.

Diagnosis pasti emboli air ketuban atau udara, dibuat kalau pada autopsi klinis ditemukan rambut lanugo, verniks kaseosa, mekonium, atau udara dalam kapiler paru-paru.

Penanganan
(1) Pemberian oksigen, stimulansia, dan kardiotonika
(2) Pemberian cairan infus dan transfusi darah harus sangat hati- hati karena beban jantung akan bertambah berat.
(3) Bila ada kelainan pembekuan darah berikan fibrinogen
(4) Untuk trombosis emboli berikan heparin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar