Definisi Dan Gejala Klinis
Karsinoma nasofaring adalah benjolan yang muncul di area
nasofaring (dinding belakang hidung ), cenderung ganas. Tanda-tandanya adalah
telinga gemrebeg, hidung buntu, kadang-kadang ingus disertai darah. timbul
benjolan di leher. keadaan ini sebenarnya sudah masuk stadium lanjut.
Tidak
heran karena stadium dini yang disangka penderita adalah pilek biasa, maka dibiarkan
saja. Biasanya pasien mulai berobat bila sudah ada benjolan di leher. Kondisi yang lebih berat kadang2
muncul rasa tebal di pipi, bicara pelo, tersendak bila minum, kesulitan
menelan, pandangan mata dobel, sakit kepala berat, bahkan sesak nafas bila pada
stadium akhir.
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala
dan leher yang banyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas
kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring, kemudian diikuti oleh tumor
hidung dan sinus paranasalis (18%), tumor ganas laring (16%), dan tumor ganas
rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah. Berdasarkan data
laboratorium Patologi Anatomi, tumor ganas nasofaring selalu berada dalam
kedudukan lima
besar dari tumor ganas tubuh manusia bersama tumor ganas serviks, tumor
payudara, tumor getah bening dan tumor kulit.
Di Indonesia, frekuensi penyakit ini hampir merata di setiap daerah. Di RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta ditemukan lebih dari 100 kasus setahun, RS Hasan Sadikin Bandung rata-rata 60 kasus setahun, RS Ujung Pandang ditemukan 25 kasus setahun, RS Palembang ditemukan 25 kasus setahun, 15 kasus setahun di Denpasar dan 11 kasus ditemukan di Padang dan Bukittinggi. Demikian pula angka-angka yang didapatkan di Medan, Semarang dan Surabaya menunjukkan bahwa tumor ganas ini terdapat merata di Indonesia. Dalam pengamatan dari pengunjung poliklinik tumor THT RSCM, pasien karsinoma nasofaring dari suku Cina sedikit lebih banyak dari suku lain.1 Insiden karsinoma nasofaring terjadi pada dua puncak umur, yaitu pada usia 15-25 tahun dan usia 60-69 tahun. Kejadian karsinoma lebih sering pada laki-laki (rasio 2,5-3 : 1).
Karsinoma nasofaring ini diduga berhubungan kuat dengan infeksi virus Epstein-Barr, karena pada hampir semua pasien karsinoma nasofaring ditemukan kadar titer anti virus EB yang cukup tinggi. Namun, infeksi virus Epstein-Barr ini bukan merupakan satu-satunya faktor yang mempengaruhi timbulnya karsinoma nasofaring. Faktor-faktor lain yang diduga berperan dalam timbulnya karsinoma nasofaring adalah letak geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, lingkungan, kebiasaan hidup, kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi kuman atau parasit. Massa dalam nasofaring seringkali tenang sampai massa ini mencapai ukuran yang cukup mengganggu struktur sekitarnya.
Di Indonesia, frekuensi penyakit ini hampir merata di setiap daerah. Di RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta ditemukan lebih dari 100 kasus setahun, RS Hasan Sadikin Bandung rata-rata 60 kasus setahun, RS Ujung Pandang ditemukan 25 kasus setahun, RS Palembang ditemukan 25 kasus setahun, 15 kasus setahun di Denpasar dan 11 kasus ditemukan di Padang dan Bukittinggi. Demikian pula angka-angka yang didapatkan di Medan, Semarang dan Surabaya menunjukkan bahwa tumor ganas ini terdapat merata di Indonesia. Dalam pengamatan dari pengunjung poliklinik tumor THT RSCM, pasien karsinoma nasofaring dari suku Cina sedikit lebih banyak dari suku lain.1 Insiden karsinoma nasofaring terjadi pada dua puncak umur, yaitu pada usia 15-25 tahun dan usia 60-69 tahun. Kejadian karsinoma lebih sering pada laki-laki (rasio 2,5-3 : 1).
Karsinoma nasofaring ini diduga berhubungan kuat dengan infeksi virus Epstein-Barr, karena pada hampir semua pasien karsinoma nasofaring ditemukan kadar titer anti virus EB yang cukup tinggi. Namun, infeksi virus Epstein-Barr ini bukan merupakan satu-satunya faktor yang mempengaruhi timbulnya karsinoma nasofaring. Faktor-faktor lain yang diduga berperan dalam timbulnya karsinoma nasofaring adalah letak geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, lingkungan, kebiasaan hidup, kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi kuman atau parasit. Massa dalam nasofaring seringkali tenang sampai massa ini mencapai ukuran yang cukup mengganggu struktur sekitarnya.
Pada stadium dini gejala klinis sangat tidak khas, mirip dengan
penyakit hidung lainnya seperti rinitis, epistaksis, polip atau sinusitis. Adanya
kemungkinan karsinoma nasofaring sebagai berikut:
1. Setiap ada
benjolan di leher, terutama yang terletak di bawah prosesus mastoid dan
belakang angulus mandibula, ingatlah selalu akan adanya karsinoma nasofaring.
2. Dugaan karsinoma
nasofaring diperkuat bila gejala tumor di leher ditambah dengan gejala
hidung atau gejala telinga atau gejala mata dan gejala kranial.
3. Dugaan karsinoma
nasofaring hampir pasti, bila ada gejala lengkap
Pada stadium lanjut, di mana sudah ada penyebaran, terdapat 5 (lima) gejala klinis yang
dikemukakan oleh penderita karsinoma nasofaring, yaitu :
1. Gejala hidung,
biasanya penderita mulai dengan keluhan seperti pilek-pilek, keluar ingus
encer, atau kental dan berbau, epistaksis kadang-kadang terjadi sewaktu
mengeluar-
kan ingus atau bisa spontan, dan bila tumor cukup besar
dapat mengeluh hidung tersumbat.
2. Gejala telinga,
biasanya berupa berkurangnya pendengaran, tinitus atau nyeri di daerah telinga.
Gejala ini disebabkan tumor meluas ke sekitar muara tuba Eustachii, sehingga
terjadi penyumbatan saluran tuba dan terjadi tuli konduktif.
3. Gejala pembesaran
leher, berupa pembesaran kelenjar limfe ujung prosesus mastoid dan di belakang
angulus mandibula, sebagai akibat penyebaran secara limfogen dari karsinoma
nasofaring.
4. Gejala mata,
berupa gangguan visus atau diplopia atau oftalmoplegia. Diplopia terjadi karena
saraf otak ke VI yang letaknya tepat di atas foramen lacerum menjadi korban
lebih dahulu. Bila proses makin melanjut akan terkena juga n.III dan IV yang
menyebabkan kelumpuhan mata atau oftalmoplegia.
5. Gejala kranial, di
sini terdapat kelumpuhan saraf kranial, biasanya di dahului gejala subyektif
berupa nyeri kepala dan minum keluar ke hidung.
Secara histopatologi terdapat 3 bentuk karsinoma nasofaring, yaitu karsinoma sel skuamosa, karsinoma tidak berkeratinisasi dan karsinoma tidak berdiferensiasi. Terdapat juga bentuk kombinasi diantara 3 bentuk karsinoma nasofaring tersebut. Penentuan stadium karsinoma nasofaring adalah berdasarkan sistem TNM menurut UICC (1992).
Risk factors
In areas where
nasopharyngeal carcinoma is most common, researchers have identified several
risk factors, including:
- Salt-cured foods. Chemicals released in steam when cooking salt-cured foods may enter the nasal cavity, increasing the risk of nasopharyngeal carcinoma. In China, nasopharyngeal carcinoma has been linked to high consumption of salted fish.
- Preserved meats. Preserved meats contain high levels of nitrates, which may increase the risk of nasopharyngeal carcinoma.
- Epstein-Barr virus. This common virus usually produces mild signs and symptoms, such as those of a cold. Sometimes it can cause infectious mononucleosis. Epstein-Barr virus is also linked to several rare cancers, including nasopharyngeal carcinoma.
- Family history. Having a family member with nasopharyngeal carcinoma increases your risk of the disease.
Nasopharyngeal
carcinoma isn't as closely linked to smoking and excessive alcohol use as most
other head and neck cancers are.
Gambaran Makroskopis/ Gross
Pictures and Imaging of Nasopharyngeal Squamous Cell Carcinoma.
This elderly woman presented with epistaxis.
On nasal endoscopy, a fleshy globular nasopharyngeal tumor is noted. The
tumor is friable, easily bleeding and hangs from the vault of the nasopharynx. Histologic diagnosis: squamous cell
carcinoma.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar